by: Mukti Amir
Partai-partai politik besar semacam Golkar, PDI-P, Partai Demokrat, dan PAN mengusung perubahan Undang-Undang Pemilu yang menginginkan daftar calon terpilih tidak lagi berdasarkan nomor urut tapi dengan perolehan suara terbanyak dari caleg (calon anggota legislatif).
Ini menandakan bahwa perubahan besar seperti yang dimaksud pada tulisan sebelumnya bahwa yang bisa merubah sistem pemilihan anggota legislatif yang memberikan kesempatan masyarakat memilih orang bukan semata-mata nomor urut atau dominasi partai politik. Ternyata perubahan itu lebih lebih cepat dari yang diperkirakan, partai politik sementara ini mensiasati UU Pemilu yang masih menggunakan daftar nomor urut dengan membuat surat pernyataan dari caleg yang bersedia mundur jika suaranya lebih kecil.
Walau demikian latar belakang keinginan tersebut bukan dipengaruhi oleh kekauatan pasar tapi lebih pada kuatnya tekanan konflik perebutan nomor utur sehingga mkanisme nomor urut dihilangkan. Ditambah lagi perubahan tersebut tidak dibarengi perubahan internal partai dalam penjaringan bakal caleg.
Masih sangat jauh dari harapan bahwa proses rekruitment caleg masih kental kekuatan modal dan basis kekerabatan. Lihat saja beberapa partai politik yang mengusung nama-nama baru yang tidak lain adalah anggota keluarganya seperti Dave Laksono anak dari Wakil Ketua Umum Partai Golkar Agung Laksono, begitu juga Amin Rais yang anaknya maju sebagai caleg Partai Amanat Nasional.
Minimnya pngalaman berpolitik mempertanyakan sejauhmana selektifitas pasar dan kapabiitas sang caleg oleh tiap partai baik di tingkat DPR-RI, Provinsi maupun kabupaten/Kota apakah jalan proses kaderisasi. Namun ada beberapa kemajuan di beberapa partai politik yang merektut nama-nama pengamat politik ataupun beberapa pakar ekonomi yang berkualitas untuk maju pada pemilu 2009 nanti.
Bagaimana komentar anda.
Partai-partai politik besar semacam Golkar, PDI-P, Partai Demokrat, dan PAN mengusung perubahan Undang-Undang Pemilu yang menginginkan daftar calon terpilih tidak lagi berdasarkan nomor urut tapi dengan perolehan suara terbanyak dari caleg (calon anggota legislatif).
Ini menandakan bahwa perubahan besar seperti yang dimaksud pada tulisan sebelumnya bahwa yang bisa merubah sistem pemilihan anggota legislatif yang memberikan kesempatan masyarakat memilih orang bukan semata-mata nomor urut atau dominasi partai politik. Ternyata perubahan itu lebih lebih cepat dari yang diperkirakan, partai politik sementara ini mensiasati UU Pemilu yang masih menggunakan daftar nomor urut dengan membuat surat pernyataan dari caleg yang bersedia mundur jika suaranya lebih kecil.
Walau demikian latar belakang keinginan tersebut bukan dipengaruhi oleh kekauatan pasar tapi lebih pada kuatnya tekanan konflik perebutan nomor utur sehingga mkanisme nomor urut dihilangkan. Ditambah lagi perubahan tersebut tidak dibarengi perubahan internal partai dalam penjaringan bakal caleg.
Masih sangat jauh dari harapan bahwa proses rekruitment caleg masih kental kekuatan modal dan basis kekerabatan. Lihat saja beberapa partai politik yang mengusung nama-nama baru yang tidak lain adalah anggota keluarganya seperti Dave Laksono anak dari Wakil Ketua Umum Partai Golkar Agung Laksono, begitu juga Amin Rais yang anaknya maju sebagai caleg Partai Amanat Nasional.
Minimnya pngalaman berpolitik mempertanyakan sejauhmana selektifitas pasar dan kapabiitas sang caleg oleh tiap partai baik di tingkat DPR-RI, Provinsi maupun kabupaten/Kota apakah jalan proses kaderisasi. Namun ada beberapa kemajuan di beberapa partai politik yang merektut nama-nama pengamat politik ataupun beberapa pakar ekonomi yang berkualitas untuk maju pada pemilu 2009 nanti.
Bagaimana komentar anda.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar