Oleh: Mukti Amir
Setelah kasus penyuapan yang melibatkan seorang anggota Komisi Yudisial Irawady Joenoes, kini satu lagi peristiwa yang menggegerkan dunia hukum di Indonesia adalah Urip Tri Gunawan seorang jaksa yang baru-baru ini tertangkap basah telah menerima uang 660.00 dollar AS atau sekitar Rp.6,1 miliar di kediaman Mantan Presiden Direktur Bank Dagang Nasional Indonesia (BDNI) Sjamsul Nursalim oleh petugas Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) minggu 2 Maret 2008.
Tidak lazim jika seorang jaksa yang tadinya ditugaskan sebagai Kepala Tim Jaksa Pemeriksa Kasus Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI) untuk Bank BDNI mendatangi rumah seorang yang pernah diperiksanya untuk alasan melakukan transaksi jual beli permata. Sulit rasanya mengelak dari tuduhan penyalahgunaan jabatan, apalagi Jaksa Agung Hendarman Supandji langsung mengatakan aparatnya itu harus dituntut seberat-beratnya. Karena sebagai seorang yang paham konstruksi hukum, seharusnya seorang Jaksa tidak melakukan hal itu.
Kuatnya otoritas institusi Kejaksaan sebagai penuntut dalam perkara korupsi menjadi moral hazard bagi jaksa untuk ambil untung dengan sang tersangka melalui tawar menawar (bargaining). Nasib sial saja yang mengakibatkan tertangkap tangannya Urip. Seorang jaksa atau oknum aparat dapat menggunakan segala kekuatannya menekan sang tersangka yang terlibat kasus besar seperti Korupsi. Mungkin saja dibalik dihentikannya proses hukum pidana BLBI pada Bank BCA dan BDNI oleh Kejaksaan ada kesepakatan ekonomi dikaitkan dengan tertangkapnya sang jaksa. Jika tidak bagaimana mungkin Sjamsul Nursalim mau menyerahkan uang sebesar itu sebagai tebusan dari “penyanderaan” kasus hukumnya atau sebagai tanda terima kasih. Ironi memang memberantas kasus korupsi dengan melakukan korupsi, seharusnya menyapu lantai kotor dengan sapu yang bersih.
Pukulan terberat bagi Kejaksaan Agung sebagai ujung tombak penegakan hukum dan pemberantasan korupsi tercoreng dengan perbuatan yang dilakukan aparatnya. Tindakan memalukan tersebut harus diusut dan diselidiki sedalam-dalamnya siapa saja yang terlibat dalam kasus ini. Apalagi ini bisa jadi kejahatan terstruktur yang tidak hanya melibatkan seorang saja, jadi kejahatan di Kejaksaan Agung harus segera dibongkar.
Di tengah berbagai pihak sedang mempertanyakannya penutupan kasus Urip ini seakan membuka jendela baru peninjauan kembali dari penghentian kasus dua obligor bermasalah yang kontroversi tersebut. Ada apa bekas bos Bank BDNI mau menyerahkan uang dalam jumlah yang sangat besar untuk seorang jaksa belum lama setelah dihentikannya kasus perkara pidana BLBI. KPK harus mengambil alih penyelidikan kasus ini dan membuka kembali bagi pengusutan dari Kejaksaan Agung. Kita tunggu saja kinerja aparat pemberantas korupsi supaya tidak adalagi yang berani bermain mata dengan hukum, jika tidak BLBI masih akan memakan korban.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar