Senin, 07 Januari 2008

Andaikan Pilpres Indonesia seperti Amerika

Pemilihan Presiden di negeri paman Sam memang selalu menjadi perhatian dunia, banyak negara sangat tergantung pada siapa yang akan memimpin negara adikuasa itu walaupun AS bukan negara kita. Berbagai isu dan saling serang antar kandidat dan jajak pendapat yang meramaikan pemberitaan politik mau tidak mau menarik perhatian kita sebagai sesama negara demokrasi walau dengan ekonominya jauh di bawah AS. Ketatnya persaingan seleksi untuk mendapat tiket kandidat Presiden dari partai Demokrat maupun partai Republik menggambarkan bahwa dengan saling serang, kampanye negatif (bukan kampanye hitam), kemampuan bertahan dan menyerang, analisa stretegi dan taktik tim politik, banyaknya konsultan di belakang sang bakal calon memberikan pengaruh terhadap pilihan konstituen. Sehingga memungkinkan lahirnya presiden yang terseleksi secara kredibel dan akseptabel.

Yang ingin saya sampaikan adalah bukan ramalan siapa yang akan tampil mewakili partainya masing-masing atau siapa yang akan menjadi presiden AS pasca Bush November nanti, tapi bagaimana jika sistem itu dilakukan Indonesia. Pastinya konsekuensinya anggaran pemilunya lebih besar dibanding sekarang, tapi alasan anggaran bisa saja diatasi kalau saja mekanisme pilpres dapat disatukan dengan pemilihan Kepala Daerah, tentu lebih hemat bukan.

Model Konvensi memang pernah diprakarsai oleh Partai Golkar pada Pemilu 2004 dengan menseleksi bakal calon dari unsur internal partai maupun di luar partai, perbedaannya kalau di Golkar mencari dukungan dari pengurus partai di daerah dan unsur organisasi kekaryaan partai.

Dengan metode seleksi konvensi ala AS menjadi pemanasan dan penggerak mesin partai untuk memikat hati konstituennya. Tapi dengan masih banyaknya partai di Indonesia menjadi kesulitan menerapkan dalam sebuah sistem pemilihan Presiden sehingga dibutuhkan penyederhaan jumlah partai di Indonesia.

Tidak ada komentar: